Jumat, 26 September 2025

DPP AWDI Soroti Paradoks: 100 BUMN vs Cukai Rokok dan Miras


Jakarta | Mata Aktual News – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (DPP AWDI), Balham Wadja SH MH, menyoroti ironi dalam struktur penerimaan negara. Menurutnya, meskipun pemerintah memiliki lebih dari 100 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang disebut sebagai “lokomotif pembangunan”, kontribusi dividen yang disetor ke kas negara masih jauh di bawah penerimaan cukai dari rokok dan minuman beralkohol.

“Dividen BUMN pada tahun 2024 hanya sebesar Rp86,4 triliun. Bandingkan dengan cukai rokok dan minuman keras yang mampu menyumbang Rp226,4 triliun. Ini sebuah paradoks,” tegas Balham Wadja dalam diskusi publik bertajuk “100 BUMN vs Rokok & Miras”, Kamis (25/9/2025).

AWDI menilai fenomena ini menunjukkan ketergantungan besar negara terhadap cukai produk yang justru menimbulkan masalah kesehatan dan sosial. “Ironis ketika negara menyerukan hidup sehat, tapi APBN justru bergantung pada rokok. Secara tidak sadar, para perokok telah menjadi penopang APBN lebih besar daripada BUMN yang digadang sebagai mesin keuntungan nasional,” tambahnya.

Lebih lanjut, Balham Wadja menegaskan bahwa peran industri rokok tidak hanya besar dari sisi fiskal, tetapi juga tenaga kerja. “Bukan hanya sumbangan yang besar dari cukai rokok untuk APBN, tapi sektor industri rokok juga menyerap sekitar 5,5 juta orang tenaga kerja Indonesia, mulai dari petani tembakau hingga pekerja di pabrik rokok,” ujarnya.

AWDI mengingatkan bahwa meski penerimaan cukai rokok dan minuman beralkohol menjadi salah satu faktor signifikan dalam menopang APBN, dampak buruknya terhadap kesehatan masyarakat tidak bisa diabaikan. Rokok, misalnya, menjadi penyumbang utama beban pembiayaan kesehatan nasional akibat penyakit tidak menular.

“Kontribusi fiskal memang patut diapresiasi, tetapi negara tidak boleh menutup mata terhadap efek yang ditimbulkan. APBN harus ditopang oleh sumber penerimaan yang lebih sehat, produktif, dan berkelanjutan,” kata Balham Wadja.

AWDI mendorong pemerintah untuk memperkuat alternatif penerimaan negara, antara lain melalui optimalisasi dividen BUMN, pengelolaan sumber daya alam secara transparan, serta pengembangan pajak ekonomi digital. Selain itu, industri rokok dan miras juga harus diminta menjalankan tanggung jawab sosial melalui regulasi yang lebih ketat, edukasi publik, dan pengawasan distribusi agar generasi muda terlindungi dari dampak konsumsi produk tersebut.

“BUMN harus mampu berkontribusi lebih besar, bukan sekadar jargon transformasi. Dan pemerintah tidak boleh terus membiarkan APBN bergantung pada kretek atau miras,” pungkasnya.

Tidak ada komentar: